Robot untuk Rio
Oleh: Riana

Dengan wajah cemberut, Rio masuk ke dapur mengejutkan ibu yang tengah sibuk menyiapkan makan siang. Seperti biasa, setiap hari libur Rio selalu bersepeda ke lapangan yang tak jauh dari rumah, berkumpul dengan teman-teman sebayanya dan bermain sepak bola.


"Bu, Rio mau beli robot kaya punya Deni." Kata Rio pada ibu.

"Rio anak ibu yang pintar, kalau mau beli robot itu harus rajin menabung." 

"Kenapa Ibu nggak belikan saja, Deni juga mamanya yang beli." Wajah Rio semakin ditekuk.

"Ayah selalu bilang sama Rio, kan? Kalau mau beli mainan itu harus rajin menabung. Kenapa Rio nggak mau menyisihkan uang jajan untuk ditabung?" kata ibu dengan lembut.

Rio adalah siswa kelas 4 di bangku sekolah dasar. Selain dia selalu menjadi juara kelas, Rio juga dikenal anak yang penurut. Tapi, kadang Rio juga mudah dihasut oleh temannya. Seringkali Rio memaksa ibunya untuk membelikan mainan setelah Rio melihat temannya membawa mainan baru. Sebenarnya bukan karena ibu tidak mau membelikan, tapi ibu mengajarkan Rio untuk bisa mandiri. Menabung agar Rio bisa membeli mainan yang diinginkan.

"Kalau Rio harus nabung dulu, terus kapan Rio bisa belinya, Bu?" 

"Rio anak ibu yang baik, gimana kalau mulai hari ini uang jajannya dimasukkan ke dalam celengan jago yang ayah belikan?" dengan penuh kesabaran ibu menasehati Rio.

"Iya. Tapi lama, Bu." Rio berlalu meninggalkan ibunya di dapur. Kemudian Rio masuk ke kamar dengan sedikit membanting pintu.

Ibu hanya menghela napas, melihat dan mendengar perangai Rio yang terkadang memang sangat kekanak-kanakan. Sebenarnya, ibu juga sudah berencana untuk membelikan robot sebagai hadiah ulang tahun Rio bulan depan. 

"Rio anak ibu yang pintar, buka pintunya. Kita makan siang dulu." Berapa kali ketukan tidak jua membuat Rio membuka pintu.

"Makan siang dulu, Nak. Ibu hari ini ada pengajian ke panti asuhan di kampung sebelah, Rio ikut ya." 

Masih dengan muka cemberutnya, Rio kemudian membuka pintu kamar dan keluar menghampiri ibu yang sudah menunggu di meja makan untuk santap siang.

***

Rio bersama ibu menghadiri acara pengajian, banyak anak-anak seumuran dengan Rio yang ikut serta dalam pengajian. 

"Masyaa Allah … Rio sudah besar sekarang. Sudah kelas berapa?" tanya Bu Ustadzah pengurus panti asuhan.

"Sudah kelas 4 sekarang, Ummi." Rio menyalami Bu Ustadzah dan mencium tangannya. 

Kebetulan ayah dan ibu adalah donatur tetap panti asuhan tersebut sejak Rio belum lahir. Setelah acara pengajian selesai, ibu membagikan amplop dan bingkisan untuk anak-anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan. Rio juga ikut membantu ibu membagikan. 


"Rio, nggak boleh cemberut sayang. Harus senyum ya!" bisik ibu pada Rio.

Selesai sudah pembagian amplop dan bingkisan, Bu Ustadzah mengucapkan banyak terima kasih pada ibu dan Rio. Kemudian menyuruh mereka masuk ke ruangan kerjanya.

"Ibu, itu kok kaya robot punya Deni?" tanya Rio menunjuk robot yang berjejer rapi di lemari kaca ruangan Bu Ustadzah.

Di dalam ruangan kerja Bu Uztadzah memang banyak mainan; robot, boneka, buku, dan lainnya. Karena Bu Ustadzah memang sengaja menyimpannya untuk hadiah atau sebagai kado ketika ada anak yang berulang tahun. Dengan begitu, anak-anak pun akan merasa senang.

"Rio, masih ingat apa kata ibu, kan?" 

"Iya. Tapi lama kalau nunggu Rio nabung dulu, Bu."

"Iya. Makanya harus sabar, harus rajin menabung. Nggak boleh gitu, Rio. Ingat pesan ibu dan ayah!" 

"Kenapa, Rio mau robot yang mana?" tanya Bu Ustadzah.

"Rio mau robot yang kaya punya Deni." Jawab Rio sambil menunjuk robot yang Rio mau.

"Rio boleh ambil robot yang mana Rio mau, tapi harus dengan satu syarat." Bu Ustadzah mengeluarkan berapa robot untuk dipilih Rio.

"Apa syaratnya, Ummi?" tanya Rio penasaran.

"Syaratnya Rio harus rajin mengaji, sekolah, nurut sama ayah dan ibu, juga harus rajin menabung." 

"Siap. Rio janji, Ummi." Dengan wajah riang Rio memilih robot yang telah berjejer rapi di atas meja.

Rio kemudian meraih robot yang sama persis dengan punya Deni, robot dengan remote control. Ternyata benar apa yang ibu bilang, harus selalu sabar. 

"Horeee … Alhamdulillah. Terima kasih, Ummi akhirnya Rio punya robot kaya punya Deni."

Ibu dan Rio pun bergegas pulang, hari sudah sore dan langit sudah mendung. Di sepanjang jalan Rio berucap syukur, dalam hati Rio berjanji mulai besok akan menabung untuk membantu ibu membagikan amplop untuk donasi ke panti asuhan. Sebuah kesabaran dan ketelatenan ibu dalam menasehati dan mendidik Rio selama ini pun tidak sia-sia.

"Ibu, terima kasih untuk segala kesabaran dan nasehat Ibu untuk Rio." Rio mendekap erat tubuh ibu.

"Ibu juga bangga punya anak yang selalu nurut sama ibu dan ayah. Rio juga harus ingat apa kata Ummi tadi ya, mulai besok harus rajin menabung."

Mereka sama-sama berucap syukur. Ibu bersyukur karena Rio benar-benar menjadi anak yang penurut. Ternyata benar kata ibu, rezeki itu memang sudah diatur dan dibagi oleh Allah. Ketika ibu memberi donasi untuk anak-anak di panti asuhan, ibu selalu yakin bahwa Allah akan melipat gandakan rezeki, bahkan lebih banyak dari jumlah yang diberikan pada anak di panti jompo.



Taichung, 13 Februari 2020



Naskah ini telah dimuat di koran Solopos pada edisi 5 Januari 2020





Komentar

Postingan Populer